Kebudayaan merupakan hal yang kompleks; ia menjangkau banyak hal. Definisi-definisi yang dikemukakannya bisa berbeda satu sama lain. Dalam literatur antropologi ada dua istilah yang mempunyai makna berdekatan; cultur dan civilization. Term kultur berasal dari bahasa latin cultura yang berarti memelihara, mengerjakan, dan mengolah. Sedangkan civilization berasal dari kata latin, yaitu civis yang bermakna warga negara (civitas: negara kota; dan civilitas: kewaranegaraan). Oleh karenanya, ada yang menjelaskan sivilisasi berhubungan dengan kehidupan kota yang lebih progresif dan lebih halus. Dalam bahasa Indonesia, peradaban dianggap sebagai kta padanan dari kata civilization (Hakim, 2000, 28).
Dalam pandangan masyarakat umum, kebudayaan diartikan sebagai hasil rasa, cipta, dan karya manusia. Kebudayaan dianggap sebagai suatu hal yang baik, menarik, yang pantas dimiliki atau diupayakan pelaksanaannya. Istilah kebudayaan dapat disetarakan dengan kepribadian luhur, kebijaksanaan dan keadilan.
Hematnya, walaupun cara ini masih membuka celah kritikan, pengertian kebudayaan adalah produk intelektual manusia (Yazdi, 2002;) atau hasil seluruh hasil karya, rasa, dan cipta manusia. Di dalam kebudayaan terdapat unsur-unsur yang bersifat lokal maupun universal. Yang di antaranya meliputi: 1) peralatan dan perl-engkapan hidup manusia (alat-alat rumah tangga, pakaian, dsb); 2) mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, dsb); 3) sistem kemasyarakatan (organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, dsb); 4) bahasa (lisan, simbol, dan tulisan); 5) kesenian (seni rupa, sastra, seni suara, dsb); 6) sistem pengetahuan (filsafat, ilmu pengetahuan, dsb); dan 7) sistem kepercayaan (agama, dsb) .
Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan di atas, agama termasuk ke dalam kebudayaan universal. Artinya, hampir bisa dipastikan di setiap kebudayaan terdapat suatu sistem kepercayaan.
Dalam perkembangannya, kebudayaan dibagi ke dalam beberapa bagian: a) superkultur; b) kultur; c) subkultur; dan d) kontrakultur.
Superkultur adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Suatu superkultur dapat dijabarkan dalam kultur yang mungkin didasarkan pada kekhususan daerah golongan, etnik, dan profesi. Kemudian dalam suatu kultur bisa berkembang lagi kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak bertentangan dengan kebudayaan induk dan ada juga yang bertentangan dengan kebudayaan induk. Gejala tersebut, yang bertentangan dengan kebudayaan induk, disebut sebagai kontrakultura. Namun demikian, kontrakultura tidak harus selalu dilihat sebagai suatu hal yang negatif, melainkan sebagai entitas yang dinamis. Kontrakultur dalam suatu kebudayaan merupakan hal yang tak bisa dihindarkan. Dengan demikian kontrakultura menun-jukan bahwa kebudayaan induk dianggap kurang dapat menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
Bila kita meyakini bahwa pendekatan yang dipakai dalam melihat sesuatu menentukan hasilnya, maka setidaknya ada enam pendekatan metodologi budaya yang digunakan untuk mengkaji suatu objek kajian, yakni struktural, genetik, psikologis, historis, normatif, dan deskriptif (Asy’arie, 1992, 93).
Tinjauan struktural. Pendekatan ini menekankan pada aspek pola dan organisasi kebudayaan. Pendekatan ini melihat kebudayaan sebagai pekerjaan dan kesatuan aktivitas sadar manusia yang berfungsi membentuk pola umum dan melangsungkan penemuan-penemuan, baik yang material maupun nonmaterial.
Tinjauan genetik. Pendekatan ini menekankan kebudayaan sebagai sesuatu produk, alat-alat, benda-benda ataupun ide dan simbol. Pendekatan ini menyatakan bahwa kebudayaan dapat dimengerti sebagai proses dinamis dan produk dari pengolahan diri manusia dan lingkungannya untuk pencapaian tujuan akhir individu dan masyarakat.
Tinjauan psikologis. Pendekatan ini menekankan pada aspek penyesuaian diri dan proses belajar. Dengan demikian suatu kebudayaan adalah semua kelangsungan proses suatu belajar suatu masyarakat.
Tinjauan historis. Pendekatan ini menekankan pada warisan, sosial, dan tradisi. Kebudayaan dilihat sebagai sesuatu yang bermakna yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa. Hal ini bisa dipelajari dari warisan sosial dan tradisi-tradisi yang ada dalam masyarakat yang diteliti.
Tinjauan normatif. Pendekatan ini menekankan pada aspek peraturan, cara hidup, ide-ide atau nilai-nilai dan perilaku. Kebudayaan suatu masyarakat adalah suatu pandangan hidup dari sekumpulan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka pelajari, mereka memiliki dan kemudian diwariskan dari generasi-generasi.
Tinjauan deskriptif. Pendekatan ini menekankan pada isi yang terkandung dalam kebudayaan. Metode deskriptif bisa diartikan sebagai metode gabungan dari metode-metode sebelumnya. Ia berusaha memaparkan, menguraikan dari beberapa unsur-unsur kebudayaan yang melingkupinya. Dari sudut ini kebudayaan dianggap sebagai keseluruhan kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diterima sebagai anggota masyarakat.
Di awal telah kita ketahui bahwa metodologi terkait erat dengan epistemologi yang di dalamnya terdapat sumber, nilai, batas, dan struktur.
Sumber pengetahuan dalam metodologi ini adalah akal dan intuisi. Ini mengikuti sifat manusia itu sendiri yang mempunyi dua dimensi yang sama sekali tidak terpisah: ruhani dan jasmani.Pada tataran nilai, kita bisa menggunakan pengujian koherensi dan pragmatis. Dan dalam hubungan antara subjek (penahu) dan objek (diketahui), keduanya sama sekali tidak terpisah. Sang penahu harus masuk ke dalam komunitas kebudayaan yang ditelitinya, tanpa menanggalkan identitas-diri sang penahu.
Dalam pandangan masyarakat umum, kebudayaan diartikan sebagai hasil rasa, cipta, dan karya manusia. Kebudayaan dianggap sebagai suatu hal yang baik, menarik, yang pantas dimiliki atau diupayakan pelaksanaannya. Istilah kebudayaan dapat disetarakan dengan kepribadian luhur, kebijaksanaan dan keadilan.
Hematnya, walaupun cara ini masih membuka celah kritikan, pengertian kebudayaan adalah produk intelektual manusia (Yazdi, 2002;) atau hasil seluruh hasil karya, rasa, dan cipta manusia. Di dalam kebudayaan terdapat unsur-unsur yang bersifat lokal maupun universal. Yang di antaranya meliputi: 1) peralatan dan perl-engkapan hidup manusia (alat-alat rumah tangga, pakaian, dsb); 2) mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, dsb); 3) sistem kemasyarakatan (organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, dsb); 4) bahasa (lisan, simbol, dan tulisan); 5) kesenian (seni rupa, sastra, seni suara, dsb); 6) sistem pengetahuan (filsafat, ilmu pengetahuan, dsb); dan 7) sistem kepercayaan (agama, dsb) .
Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan di atas, agama termasuk ke dalam kebudayaan universal. Artinya, hampir bisa dipastikan di setiap kebudayaan terdapat suatu sistem kepercayaan.
Dalam perkembangannya, kebudayaan dibagi ke dalam beberapa bagian: a) superkultur; b) kultur; c) subkultur; dan d) kontrakultur.
Superkultur adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Suatu superkultur dapat dijabarkan dalam kultur yang mungkin didasarkan pada kekhususan daerah golongan, etnik, dan profesi. Kemudian dalam suatu kultur bisa berkembang lagi kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak bertentangan dengan kebudayaan induk dan ada juga yang bertentangan dengan kebudayaan induk. Gejala tersebut, yang bertentangan dengan kebudayaan induk, disebut sebagai kontrakultura. Namun demikian, kontrakultura tidak harus selalu dilihat sebagai suatu hal yang negatif, melainkan sebagai entitas yang dinamis. Kontrakultur dalam suatu kebudayaan merupakan hal yang tak bisa dihindarkan. Dengan demikian kontrakultura menun-jukan bahwa kebudayaan induk dianggap kurang dapat menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
Bila kita meyakini bahwa pendekatan yang dipakai dalam melihat sesuatu menentukan hasilnya, maka setidaknya ada enam pendekatan metodologi budaya yang digunakan untuk mengkaji suatu objek kajian, yakni struktural, genetik, psikologis, historis, normatif, dan deskriptif (Asy’arie, 1992, 93).
Tinjauan struktural. Pendekatan ini menekankan pada aspek pola dan organisasi kebudayaan. Pendekatan ini melihat kebudayaan sebagai pekerjaan dan kesatuan aktivitas sadar manusia yang berfungsi membentuk pola umum dan melangsungkan penemuan-penemuan, baik yang material maupun nonmaterial.
Tinjauan genetik. Pendekatan ini menekankan kebudayaan sebagai sesuatu produk, alat-alat, benda-benda ataupun ide dan simbol. Pendekatan ini menyatakan bahwa kebudayaan dapat dimengerti sebagai proses dinamis dan produk dari pengolahan diri manusia dan lingkungannya untuk pencapaian tujuan akhir individu dan masyarakat.
Tinjauan psikologis. Pendekatan ini menekankan pada aspek penyesuaian diri dan proses belajar. Dengan demikian suatu kebudayaan adalah semua kelangsungan proses suatu belajar suatu masyarakat.
Tinjauan historis. Pendekatan ini menekankan pada warisan, sosial, dan tradisi. Kebudayaan dilihat sebagai sesuatu yang bermakna yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa. Hal ini bisa dipelajari dari warisan sosial dan tradisi-tradisi yang ada dalam masyarakat yang diteliti.
Tinjauan normatif. Pendekatan ini menekankan pada aspek peraturan, cara hidup, ide-ide atau nilai-nilai dan perilaku. Kebudayaan suatu masyarakat adalah suatu pandangan hidup dari sekumpulan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka pelajari, mereka memiliki dan kemudian diwariskan dari generasi-generasi.
Tinjauan deskriptif. Pendekatan ini menekankan pada isi yang terkandung dalam kebudayaan. Metode deskriptif bisa diartikan sebagai metode gabungan dari metode-metode sebelumnya. Ia berusaha memaparkan, menguraikan dari beberapa unsur-unsur kebudayaan yang melingkupinya. Dari sudut ini kebudayaan dianggap sebagai keseluruhan kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diterima sebagai anggota masyarakat.
Di awal telah kita ketahui bahwa metodologi terkait erat dengan epistemologi yang di dalamnya terdapat sumber, nilai, batas, dan struktur.
Sumber pengetahuan dalam metodologi ini adalah akal dan intuisi. Ini mengikuti sifat manusia itu sendiri yang mempunyi dua dimensi yang sama sekali tidak terpisah: ruhani dan jasmani.Pada tataran nilai, kita bisa menggunakan pengujian koherensi dan pragmatis. Dan dalam hubungan antara subjek (penahu) dan objek (diketahui), keduanya sama sekali tidak terpisah. Sang penahu harus masuk ke dalam komunitas kebudayaan yang ditelitinya, tanpa menanggalkan identitas-diri sang penahu.
0 komentar